Pada asalnya, manusia yang menjalani hidup di dunia ini sangat membutuhkan bimbingan, dan pada diri manusia sangat banyak didapatkan berbagai kekurangan demi kekurangn walaupun Sang Pencipta telah melengkapi pada diri manusia organ-organ tubuh kejasmanian, serta akal dan hati sebagai perangkat kerohanian, namun tetap saja keserasian dan keharmonisan hidup manusia tidak akan tercapai secara sempurna melainkan dengan bimbingan langsung dari pencipta manusia yaitu Allah Ta’ala. Sebagai bentuk kebijaksanaan Allah, keadilan-Nya serta rahmat-Nya Dia menurunkan Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia di dunia agar mereka tidak tersesat jalannya menuju kebahagian akhirat.
Orisinalitas Al-Quran ini wajib dipertahankan dari segala sisinya agar tidak memunculkan keraguan dalam hati manusia sehingga merasa kurang percaya terhadap Al-Quran. Sikap ragu terhadap Al-Quran akan berakibat pada kerusakan akal sehat dan mempengaruhi pada tingkah laku dan perbuatan, akhirnya manusia mencari-cari pembenaran diri sendiri dalam kejahilannya atau mengikuti langkah-langkah setan yang menginginkan manusia tersesat dari jalan kebenaran. Pada tulisan ini akan membahas salah satu sebab pemicu keraguan terhadap Al-Quran yaitu tuduhan bahwa Al-Quran itu berasal dari buatan manusia yang bernama Muhammad yang dianggap sebagai utusan Allah. Tudingan ini akan menyulut api keraguan dalam hati manusia dan menumbuhkan bibit penolakan terhadap Al-Quran, sehingga kita punya kewajiban untuk membela Al-Quran dan melindunginya dari tuduhan buruk ini. Dengan melakukan otentikasi singkat dan memberikan informasi dari Al-Quran itu sendiri sebagai pembuktian bahwa Al-Quran ini datang secara langsung teks dan maknanya dari Allah sebagai hujah nyata bagi seluruh manusia, melaui malaikat paling mulia Jibril Alaihissalam yang diperintahkan untuk menyampaikan Al-Quran ini kepada Nabi Muhammad.
Keadaan manusia yang awalnya tidak ada, lalu Allah yang menciptakannya dari saripati tanah, menjaganya di alam rahim kemudian mengeluarkannya dari perut ibunya, dan manusia saat itu tidak mengetahui sesuatu apapun, lahir dalam keadaan tidak punya ilmu, tidak bisa berfikir, tidak pula melihat dan mendengar dengan baik, setelah itu Allah menyempurnakan ciptaan-Nya dengan meningkatkan kemampuan manusia secara berangsur-angsur sehingga sedikit demi sedikit mampu melihat, mendengar dan merasakan dengan hatinya sebagaimana Allah sebutkan kejadian penciptaan manusia ini dalam kitab-Nya.
Allah ﷻ berfirman :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ. ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik”. [1]
Allah ﷻ berfirman :
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ. ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
“Dialah (Allah) yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur”. [2]
Allah ﷻ berfirman :
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur”. [3]
Berdasarkan ayat-ayat diatas menunjukkan bahwa manusia pada asal mulanya adalah makhluk yang lemah dari segala sisinya, makhluk yang membutuhkan penjagaan dan pemeliharaan dari penciptanya, lalu setelah manusia memiliki semua perangkat kehidupan pada jasmani dan rohaninya semuanya berfungsi secara normal dan mampu dioperasikan secara optimal sesuai kebutuhan individu masing-masing manusia, kemudian manusia berbuat ingkar kepada penciptanya dan tidak bersyukur atas nikmat Sang Pencipta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada manusia dari sebelum lahir ke dunia.
Bentuk rasa syukur manusia dengan menerima semua informasi valid dari Sang Pencipta manusia yaitu Allah Ta’ala, dimana tanda-tanda keberadaan Allah Dia tunjukkan dari dua sisi yaitu adanya alam semesta di sekitar manusia (ayat-ayat kauniyah) dan adanya Al-Quran yang disampaikan utusan-Nya Nabi Muhammad (ayat-ayat syar’iyah). Maka kedua tanda-tanda ini wajib diterima manusia sebagai sinyal kuat akan keberadaan Allah pencipta manusia, agar manusia mau mengabdikan dirinya pada penciptanya.
Akan tetapi, justru keadaannya tidak sebagaimana yang diharapakan, ketika sebagian manusia menolak semua informasi yang datang dari Allah. Sebagian manusia menerima tanda-tanda kebesaran Allah dengan adanya alam semesta ini sebagai bukti keberadan-Nya, namun mereka menegasi tanda-tanda kebesaran Allah pada Al-Quran yang telah Dia turunkan dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Bahkan mereka membuat fitnah yang menuduh Al-Quran adalah buatan manusia yang bernama Muhammad, bahwa ia seorang yang punya ketajaman firasat dan kecerdasan akal sehingga hasil dari proses halusinasinya dan bisikan hatinya ia mampu mengonsepkan pemikiran-pemikirannya menjadi sebuah kitab yang di klaim sebagai kitab Allah atau Al-Quran.
Sangat jelas sekali, ini adalah tuduhan keji terhadap seorang Nabi sebagai utusan Sang Pencipta alam semesta, dan tuduhan keji pula terhadap Al-Quran yang menjadi bagian sifat-sifat Allah (Al-Kalam), sehingga kita berkewajiban dalam membela orisinalitas Al-Quran sebagai kalamullah (firman Allah) yang Dia wahyukan kepada hamba pilihan-Nya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Tulisan ini akan memberikan jawaban sebagai bentuk sanggahan atas tuduhan tersebut, dan keotentikan Al-Quran tetap diyakini sebagai hujah yang benar dari Allah bagi seluruh manusia.
Interpretasi Al-Quran Sebagai Sumber Informasi Ilahi
Secara semantik makna Al-Quran merupakan sinonim Qira’ah yang berarti mengumpulkan yaitu mengumpulkan segala sesuatu dan menggabungkannya.[4] Adapun secara pragmatik mayoritas ulama mendeskripsikan Al-Quran adalah :
القرآنُ كلامُ الله المعجزِ المنزَّلُ على محمدٍ صلى الله عليه وسلم المكتوبُ في المصاحفِ المنقولُ بالتواترِ المتعبَّدُ بتلاوتِه.
“Kalamullah (firman Allah) mukjizat yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang ditulis pada mushaf-mushaf dengan penukilan secara mutawatir yang dengan membacanya dihukumi beribadah”.[5]
Penjabaran makna pragmatik Al-Quran ini dapat diuraikan secara terperinci :
Pertama, “Kalamullah (firman Allah) mukjizat” maksudnya menafikan setiap kalam (ucapan) selain firman Allah adalah ucapan makhluk dari ucapan manusia, jin, malaikat, nabi atau rasul, dan menegasi hadits qudsi serta hadits nabawi sebagai ucapan Allah.
Kedua, “yang diturunkan kepada Muhammad” maksudnya mendeklarasikan kitab-kitab sebelumnya seperti Taurat, Zabur, Injil yang diturunkan kepada para Nabi terdahulu juga sama seperti Al-Quran yang diturunkan kepada Muhammad.
Ketiga, “yang ditulis pada mushaf-mushaf” maksudnya menetapkan bahwa Al-Quran yang ditulis pada lembaran-lembaran mushaf berupa huruf-huruf, kata perkata atau kalimat perkalimat adalah ungkapan yang sudah dipahami kandungannya oleh para salaf, tidak seperti tuduhan sebagian sekte sesat yang menganggap ayat-ayat tentang sifat Allah tidak dapat dipahami (mutasyabih) sehingga harus di takwil atau tafwidh, maka jelas ini penyimpangan pemahaman dan tuduhan keji.
Keempat, “dengan penukilan secara mutawatir” maksudnya menegasi bacaan-bacaan ganjil dan langka yang diafiliasikan kepada Al-Quran namun tidak datang dengan periwayatan yang banyak secara sambung menyambung.
Kelima, “dengan membacanya dihukumi beribadah” maksudnya menafikan membaca hadits qudsi atau hadits nabawi, sekalipun Al-Hadits bagian dari wahyu Allah namun membaca hadits tidak sama seperti membaca Al-Quran, adapun membaca ayat-ayat Al-Quran akan bernilai pahala sejumlah huruf demi hurufnya.
Dengan defenisi diatas, kita dapat memahami bahwa Al-Quran adalah sumber pedoman hidup bagi seluruh manusia karena kandungannya berasal langsung dari informasi ilahi yang menjadi hujah kebenaran yang wajib diyakini keotentikannya.
Tuduhan Terhadap Al-Quran Buatan Manusia
Sebenarnya pada awal-awal proses turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur, telah disebutkan di dalam beberapa ayat tentang adanya orang-orang yang ingin berusaha memadamkan cahaya Allah dengan menggunakan ucapan-ucapan mereka, dengan menebarkan tuduhan-tuduhan buruk yang membuat manusia meragukan Al-Quran, namun Allah tidak membiarkan tudingan lisan mereka melainkan Allah tetap menjaga agama-Nya dan menyempurnakannya.
Allah ﷻ berfirman :
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan muLuṭ (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai”.[6]
Tuduhan orang-orang kafir dahulu sampai masa kini hampir serupa, intinya mereka berusaha kuat untuk melahirkan keraguan demi keraguan terhadap Al-Quran pada hati dan pikiran manusia agar menolak kredibilitas dan validitas Al-Quran. Diantara tudingan mereka adalah berusaha mencoba melontarkan kerancuan akan orisinalitas Al-Quran sehingga manusia meragukan keotentikannya sebagai hujah yang benar. Mereka beralasan, “bahwa Al-Quran ini bersumber dari pribadi Muhammad sebagai manusia biasa, lalu Muhammad mengolah dirinya sendiri dengan ketajaman firasat dan kecerdasan akal, dibantu bisikan hati dan proses halusinasi yang mampu menghasilkan Al-Quran”.
Pada dasarnya tujuan mereka adalah semata-mata ingin melemahkan Al-Quran yang secara orisinil datang dari Allah, berusaha menuduhnya sebagai buatan manusia yaitu buatan Nabi Muhammad dan bukan dari Allah.
Sanggahan Secara Dalil (Tekstual) Dan Secara Akal (Rasional)
Tudingan ini akan kita berikan sanggahan sebagai bentuk pembelaan dan mempertahankan orisinalitas Al-Quran dan keotentikannya sebagai hujah yang benar bagi manusia. Sanggahan dari dua sisi yaitu secara dalil dan secara akal.
Sanggahan secara dalil (tekstual) dari Al-Quran :
Pertama, bahwa ayat-ayat Al-Quran telah menunjukkan adanya orang-orang yang akan melontarkan berbagai tuduhan-tuduhan tersebut dan secara langsung memberikan sanggahan bahwa Al-Quran ini sama sekali bukan buatan manusia atau bukan buatan Nabi Muhammad, secara lengkapnya bisa di baca pada firman Allah ﷻ :
وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ فَالَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمِنْ هَؤُلَاءِ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمَا يَجْحَدُ بِآَيَاتِنَا إِلَّا الْكَافِرُونَ. وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ. بَلْ هُوَ آَيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآَيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ. وَقَالُوا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ آَيَاتٌ مِنْ رَبِّهِ قُلْ إِنَّمَا الْآَيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ.
“Dan demikianlah Kami turunkan Kitab (Al-Qurān) kepadamu. Adapun orang-orang yang telah Kami berikan Kitab (Taurat dan injil) mereka beriman kepadanya (Al-Qurān), dan di antara mereka (orang-orang kafir Mekkah) ada yang beriman kepadanya. Dan hanya orang-orang kafir yang mengingkari ayat-ayat Kami. Dan engkau (Muhammad) tidak pernah membaca sesuatu kitab sebelum (Al-Qurān) dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis), niscaya ragu orang-orang yang mengingkarinya. Sebenarnya, (Al-Qurān) itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada orang-orang yang berilmu. Hanya orang-orang zalim yang mengingkari ayat-ayat Kami. Dan mereka (orang-orang kafir Mekkah) berkata, “Mengapa tidak diturunkan mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?” Katakanlah (Muhammad), “Mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Aku hanya seorang pemberi peringatan yang jelas”. [7]
Ayat-ayat tersebut mengandung penafian dan penolakan bahwa Al-Quran bukan hasil plagiat Nabi dari kitab-kitab lain dan bukan pula tulisan beliau karena beliau dari kalangan ummiyun yang tidak mahir baca tulis.
Kedua, Allah ﷻ membantah tuduhan mereka terhadap Al-Quran bahwa Nabi Muhammad meminta dituliskan dongeng terdahulu dan meminta didiktekan kepada beliau pagi dan petang, lalu Allah memberi sanggahan bahwa Al-Quran itu datang dari Allah yang Maha Mengetahui rahasia langit dan bumi.
Allah ﷻ berfirman :
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلَّا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آَخَرُونَ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا. وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا. قُلْ أَنْزَلَهُ الَّذِي يَعْلَمُ السِّرَّ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan orang-orang kafir berkata, ‘(Al-Qurān) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh dia (Muhammad), dibantu oleh orang-orang lain’. Sungguh, mereka telah berbuat zalim dan dusta yang besar. Dan mereka berkata, “(Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang.” Katakanlah (Muhammad), “(Al-Qurān) itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang”. [8]
Ketiga, Allah ﷻ menginformasikan tentang orang-orang kafir yang menyuruh Nabi Muhammad untuk membuat ayat sendiri, maka Allah memerintahkan beliau untuk menjawab bahwa apa yang beliau sampaikan adalah wahyu Allah.
Allah berfirman :
وَإِخْوَانُهُمْ يَمُدُّونَهُمْ فِي الْغَيِّ ثُمَّ لَا يُقْصِرُونَ. وَإِذَا لَمْ تَأْتِهِمْ بِآَيَةٍ قَالُوا لَوْلَا اجْتَبَيْتَهَا قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَى إِلَيَّ مِنْ رَبِّي هَذَا بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan teman-teman mereka (orang kafir dan fasik) membantu setan-setan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan). Dan apabila engkau (Muhammad) tidak membacakan suatu ayat kepada mereka, mereka berkata, “Mengapa tidak engkau buat sendiri ayat itu?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. (Al-Qur`ān) ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhan kamu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. [9]
Keempat, Allah ﷻ menyatakan Al-Quran datang dari Allah dan bukan ucapan penyair atau dukun, bahkan Allah mengancam Nabi Muhammad ﷺ jika berani berdusta mengatasnamakan Al-Quran yang bukan wahyu dari Allah maka akan diputuskan urat jantungnya.
Allah ﷻ berfirman :
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ. وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلًا مَا تُؤْمِنُونَ. وَلا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيلاً مَا تَذَكَّرُونَ. تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ. وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ. لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ. ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ. فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ.
“Sesungguhnya ia (Al-Qurān) benar-benar wahyu (yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia. Dan ia (Al-Qurān) bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran darinya. Ia (Al-Qur`ān) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam. Dan sekiranya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Pasti Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian Kami potong pembuluh jantungnya. Maka tidak seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami untuk menghukumnya)”. [10]
Masih banyak dalil-dalil lain yang senada dengannya, yang menyebutkan berbagai bentuk tuduhan terhadap Al-Quran dan secara langsung sanggahan dan bantahan dari Allah ﷻ, daintaranya menuding artifisial sember informasi Al-Quran tidaklah otentik sehingga secara langsung Allah menyanggahnya dalam bentuk informasi juga dalam Al-Quran.
Sanggahan secara akal (rasional) :
Pertama, bahwa manusia secerdas dan sejenius apapun tidak akan mampu membuat semisal Al-Quran yang berjumlah 114 surat atau sekitar 6200 ayat, bahkan membuat semisal 10 surat Al-Quran saja belum tentu mampu, atau membuat semisal satu surat saja dari Al-Quran, maka sampai detik ini belum ada yang mampu membuatnya sekalipun seluruh manusia dan jin bersekutu membuatnya niscaya mereka tidak akan mampu, apalagi hanya mengandalkan kecerdasan satu orang manusia saja, sehingga jelas kebatilan orang-orang yang menuduh Al-Quran adalah hasil ketajaman firasat Muhammad dan kecerdasan akalnya karena tidak ada yang mampu membuat semisal Al-Quran walaupun hanya satu surat saja. Al-Quran bukan buatan manusia tetapi wahyu yang langsung turun dari Allah.
Kedua, sekiranya benar ada seorang manusia yang paling cerdas akalnya dan paling tajam firasatnya di dunia ini, maka mampukah pikiran dan firasatnya untuk mengonsepkan secara terperinci berita-berita ghaib masa kuno, kini dan kelak nanti sampai bilangan angka dan jumlah tahun disebutkan secara detail, ini sesuatu yang mustahil dilakukan oleh hati, firasat dan akal manusia. Ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad hanyalah penerima wahyu saja yang datang dari Allah berupa Al-Quran, hati beliau dan firasat serta akalnya tidak mampu mengonsepkan semua berita-berita ghoib sebagaimana tercantum komplit dalam Al-Quran, beliau hanya ditugaskan untuk menyampaikan Al-Quran saja kepada manusia dan tidak dibebani untuk membuat Al-Quran karena tidak ada manusia yang mampu membuat semisal Al-Quran.
Ketiga, sesuatu yang ganjil dan aneh bila seorang yang cerdas, pintar lagi jenius membuat buku (kitab) yang menyebutkan kejadian-kejadian tentang dirinya sendiri yang berbuat kesalahan dan menunjukkan kelemahan bukan kecerdasan, salah bersikap dan bertutur kata, atau aib keluarga. Sebagaimana kisah dengan seorang buta pada QS. Abasa:1-10, kisah permohonan kepada Allah selama 16 bulan agar kiblat shalat dipindahkan kembali dari Masjid Al-Aqsho kepada Masjid Al-Haram di dalam QS. Al-Baqarah: 144, kisah terfitnahnya istri beliau Aisyah yang tertuduh berbuat selingkuh hingga turun ayat mensucikannya di dalam QS. An-Nur:11, kisah beliau dengan sebagian istrinya yang salah berucap dan bertindak dalam QS. At-Tahrim:1-5. Dan ayat-ayat lainnya yang semisalnya, pastinya tidak ada manusia yang pintar akalnya mau memviralkan aibnya sendiri. Ini menunjukkan bahwa Al-Quran bukan buatan Nabi Muhammad tetapi hikmah-hikmah yang datang dari Allah.
Berdasarkan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa kebenaran Al-Quran, orisinalnya dan keotentikannya dapat dipertanggung jawabkan tanpa ada keraguan sedikitpun bagi orang-orang yang beriman dan berakal sehat. Kredibilitas Al-Quran dan validitasnya terjamin asli datang secara langsung dari Allah melalui malaikat paling mulia yaitu Jibril Alaihissalam yang menyampaikan kepada Nabi Muhammad ﷺ tanpa ada perubahan sedikitpun pada kalimat, kata dan huruf-hurufnya. Sangat terlihat jelas mukjizat Al-Quran sehingga tidak ada satupun manusia sampai hari ini yang ingin mencemarkan Al-Quran maka tidak ada yang mampu melemahkan kekuatan otentiknya atau mengotori kemurnian maknanya serta menodai keindahan linguistiknya sehingga kelayakan Al-Quran sebagai hujah yang benar bagi seluruh manusia tidak terbantahkan lagi bagi siapa saja yang mau memahaminya secara baik dan benar. Kewajiban kaum muslimin terlebih lagi para penuntut ilmu dan ahli ilmu berusaha terus mempelajari Al-Quran dan mentadaburinya sehingga mampu membela Al-Quran dari segala tuduhan dan tudingan yang dilontarkan terhadap Al-Quran atau terhadap pilar-pilar yang berkaitan erat dengan Al-Quran, seperti berusaha menjatuhkan kemuliaan malaikat yang membawa wahyu Allah yaitu malaikat Jibril, atau berusaha merusak kehormatan Nabi Muhammad atau membunuh karakter beliau di tengah manusia, atau menciderai kredibilitas para sahabat yang meriwayatkan Al-Quran secara mutawatir, hal ini akan terus dilakukan musuh-musuh islam untuk memadamkan cahaya islam, maka kita wajib terus mempertahankan cahaya Al-Quran agar tetap dipercaya sebagai hujah yang kuat dan benar bagi seluruh manusia sampai akhir zaman.
[1] QS. Al-Mukminun 12-14
[2] QS. As-Sajadah 7-9
[3] QS. Al-Nahl 78
[4] Ar-Raaziy dalam Mu’jam Maqaayis Al-Lughoh 5/79
[5] Dirasat Fii Ulum AlQuran 1/10
[6] QS. At-Taubah 32
[7] QS. Al-Ankabut 47-50
[8] QS. Al-Furqon 4-6
[9] QS. Al-A’raf 202-203
[10] QS. Al-Haqqah 40-47